Home » » Koloid

Koloid

A. SISTEM DISPERSI
Apabila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut sistem dispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Contoh: tepung kanji dimasukkan ke dalam air panas maka akan membentuk sistem dispersi. Di sini air sebagai medium pendispersi, dan tepung kanji sebagai zat terdispersi.

Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu suspensi, koloid, larutan.

a. Suspensi
Apa itu suspensi? Suspensi merupakakn sistem dispersi dengan ukuran relatif besar tersebar merata dalam medium pendispersinya. Pada umumnya suspensi merupakan campuran heterogen.
Contoh:
Pasir yang dicampur dengan air. Dalam sistem dispersi tersebut partikel terdispersi dapat diamati dengan mikroskop atau dengan mata. Apabila tidak diaduk terus-menerus maka akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi. Oleh karena itu suspensi tidak stabil. Semakin besar ukuran partikel tersuspensi semakin cepat pengendapan itu terjadi. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan (filtrasi), karena ukuran partikelnya besar maka zat-zat yang terdispersi akan tertinggal di kertas saring. Contoh: Air sungai yang keruh, campuran kopi dengan air, campuran air dengan pasir, dan campuran minyak dengan air.

b. Larutan
Sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat diamati (dibedakan) antara partikel pendispersi dan partikel terdispersi meskipun dengan menggunakan mikroskop ultra. Larutan merupakan campuran homogen karena tingkat ukuran partikelnya adalah molekul atau ion-ion sehingga sukar dipisahkan dengan penyaringan dan sentrifuge (pemusing). Ukuran pertikel zat terdispersi dan medium pendispersinya hampir sama, maka sifat zat pendispersi dalam larutan akan terpengaruh (berubah) dengan adanya zat terdispersi. Contoh: Larutan gula, larutan garam, larutan cuka, spiritus, air laut, bensin, dan udara yang bersih. 

c. Koloid
Istilah koloid pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Graham (1861) berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan kristal tetapi sukar mengalami difusi, padahal umumnya kristal mudah mengalami difusi. Koloid berasal dari kata “kolia”, yang artinya “lem”. Pada umumnya koloid mempunyai ukuran partikel antara 1 nm–100 nm. Oleh karena ukuran partikelnya relatif kecil, sistem koloid tidak dapat diamati dengan mata langsung, tetapi masih bisa diamati dengan menggunakan mikroskop ultra. Contoh: Sabun, susu, jelli, mentega, selai, santan, dan mayonase.

Perbandingan Sifat Sistem Dispersi Suspensi, Koloid, dan Larutan.
Perbedaan
Suspensi
Koloid
Larutan
Ukuran partikel
> 100 nm
1 – 100 nm
< 1 nm
Penampilan fisis
Keruh.
Partikel terdispersi
dapat diamati
langsung dengan
mata telanjang.
Keruh – jernih
Partikel terdispersi
hanya dapat diamati
dengan mikroskop
ultra.
Jernih
Partikel terdispersi
tidak dapat diamati
dengan mikroskop
ultra.

Jumlah fasa
Dua fasa
Dua fasa
Satu fasa
Kestabilan (jika
didiamkan).
Mudah terpisah
(mengendap)
Sukar terpisah (relatif
stabil)
Tidak terpisah
(stabil)
Cara pemisahan
Filtrasi (disaring)
Tidak bisa disaring
Tidak bisa
disaring.

Jenis-jenis koloid
Fase
terdispersi
Medium
pendispersi
Nama jenis
koloid
Contoh
Padat
Cair
Gas
Padat
Sol padat
Emulsi padat
Busa padat
Gelas berwarna, mutiara
Keju, mentega
Batu apung, karet busa, kerupuk.
Padat
Cair
Gas
Cair

Sol, gel
Emulsi
Busa
Cat, jelli, sol belerang, sol emas, tinta.
Susu, mayonase, santan
Buih sabun, krim kocok
Padat
Cair
Gas
Sol, gel
Emulsi
Busa
Asap, debu di udara
Awan, kabut.

B. SIFAT-SIFAT KOLOID
Koloid mempunyai sifat yang khas

1. Efek Tyndall
Bagaimanakah kita dapat mengenali suatu sistem koloid ? kita dapat mengenalinya dengan cara melewatkan seberkas cahaya (sinar) kepada obyek yang akan kita kenali. Bila dilihat tegak lurus dari arah datangnya cahaya, maka akan terlihat sebagai berikut :
  • Jika obyek adalah larutan, maka cahaya akan diteruskan (transparan).
  • Jika obyek adalah koloid, maka cahaya akan dihamburkan dan partikel terdispersinya tidak tampak.
  • Jika obyek adalah suspensi, maka cahaya akan dihamburkan tetapi partikel terdispersinya dapat terlihat kelihatan.
Efek Tyndall (kiri) larutan (kanan) koloid

Terhamburnya cahaya oleh partikel koloid disebut efek Tyndall. Partikel koloid dan suspensi cukup besar untuk dapat menghamburkan sinar, sedangkan partikel-partikel larutan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat menghamburkan cahaya.

Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat kita amati antara lain pada:
a. Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu
b. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
c. Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut.


2. Gerak Brown
Apabila partikel koloid diamati di bawah mikroskop pada pembesaran yang tinggi (atau dengan mikroskop ultra) akan terlihat partikel koloid yang bergerak terus-menerus dengan arah yang acak (tak beraturan atau patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya Robert Brown seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris.

Gerak Brown
jika dilihat dengan mikroskop
Gerak Brown terjadi sebagai akibat adanya tumbukan dari molekul-molekul pendispersi terhadap partikel terdispersi, sehingga partikel terdispersi akan terlontar.  Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lain dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar. Peristiwa ini terjadi terus menerus yang diakibatkan karena ukuran partikel yang terdispersi relatif besar dibandingkan medium pendispersinya. Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown, karena ukuran partikel cukup besar sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown akan tetapi tidak dapat diamati. Makin tinggi suhu makin cepat gerak Brown, karena energi kinetik molekul medium meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Partikel-partikel koloid relatif stabil, karena partikelnya bergerak terus-menerus, maka gaya gravitasi dapat diimbangi sehingga tidak terjadi sedimentasi. 

3. Adsorpsi
Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu, partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan disebut adsorpsi, jika penyerapan sampai ke bawah permukaan disebut absorpsi.Kemampuan menarik ini disebabkan adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga apabila ada partikel yang menempel akan canderung dipertahankan pada permukaannya.

Bila partikel koloid mengadsorpsi ion yang bermuatan positif, maka koloid tersebut menjadi bermuatan positif, dan sebaliknya. Muatan koloid merupakan faktor yang menstabilkan koloid, disamping gerak Brown. Karena partikel-partikel koloid bermuatan sejenis maka akan saling tolak menolak sehingga terhindar dari pengelompokan antar sesama partikel koloid itu (jika partikel koloid itu saling bertumbukan dan kemudian bersatu, maka lama kelamaan terbentuk partikel yang cukup besar dan akhirnya akan mengendap).

Selain dari ion, partikel koloid juga dapat menarik muatan dari listrik statis, karena adanya peristiwa adsorpsi partikel koloid bermuatan listrik, maka jika koloid diletakkan dalam medan listrik, partikelnya akan bergerak menuju kutub yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid tersebut. Peristiwa bergeraknya partikel koloid dalam medan listrik disebut elektroforesis.

INFO
Peristiwa elektroforesis ini dimanfaatkan untuk menyaring debu pabrik pada cerobong asap (pesawat Cottrel). Asap pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000–75.000 volt). Ujung-ujung logam yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lain.
Pengendap Cottrel digunakan dalam industri untuk:
• Mencegah polusi udara oleh buangan beracun.
• Memperoleh kembali debu yang berharga (misal debu logam).
Sifat adsorpsi dari koloid digunakan dalam berbagai proses, antara lain:

1) Pemutihan gula tebu
Gula yang masih berwarna dilarutkan ke dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatomae dan arang tulang. Zat- warna dalam gula akan diadsorpsi sehingga diperoleh gula yang putih dan bersih.

2) Penjernihan Air
Dengan menambahkan tawas atau aluminium sulfat ke dalam air, aluminium sulfat akan terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid yang dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air.

3) Pembuatan Obat Norit
Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif. Jika diminum, di dalam usus norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorpsi gas atau racun.

4. Koagulasi
Penggumpalan partikel koloid disebut koagulasi, Peristiwa koagulasi pada koloid dapat diakibatkan oleh peristiwa mekanis atau peristiwa kimia.

• Peristiwa mekanis
Misalnya pemanasan atau pendinginan.
Contoh:
– Darah merupakan sol butir-butir darah merah dalam plasma darah, bila dipanaskan akan menggumpal.
– Agar-agar akan menggumpal bila didinginkan.

• Peristiwa kimia
Di atas telah disebutkan bahwa koloid dapat distabilkan oleh muatannya. Apabila muatannya ini dilucuti maka akan terjadi penggumpalan, yaitu dengan cara :
– Menambahkan elektrolit ke dalam sistem koloid tersebut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan ke dua. Apabila selubung lapisan kedua ini terlalu dekat maka selubung ini akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya menariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi.
– Dengan sel elektroforesis. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Koloid yang bermuatan negative akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid bermuatan positif digumpalkan di katode.

Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari:
  1. Pembentukan delta di muara sungai , terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
  2. Asap atau debu dari pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik Cottrel.
  3. Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format.
Posted by: Ani
SainsDucation Updated at: 10:34 PM